Image link
Image link
Image link
Image link
Image link

Sejarah

KBR Media (d/h KBR68H) adalah lembaga penyedia berita radio independen di Indonesia, serta merupakan lembaga sejenis yang pertama di Indonesia. KBR berdiri pada 1999, setelah berakhirnya kekuasaan Orde Baru.

KBR memproduksi berita dan dialog serta menyiarkannya melalui sindikasi radio, menggunakan satelit Nusantara Satu, kemudian berganti menggunakan satelit Palapa C1B dan streaming.

KBR berkembang cepat seiring dengan kebutuhan berita yang bisa diakses secara cepat dan berbiaya murah. Pada awal berdiri, hanya tujuh radio yang memanfaatkan berita produksi KBR. Kini sudah ada 600 radio yang berjaringan dan memanfaatkan layanan informasi dari KBR, di seluruh wilayah Indonesia, Asia dan Australia.

KBR berada di bawah pengelolaan PT Media Lintas Inti Nusantara (PT Suara Melin Perdana). Perusahaan yang membawahi Radio Utankayu di frekuensi 603 AM Jakarta dan juga menaungi PT Enam Delapan Ha Media (dahulu juga pernah menaungi PT Radio Metro Jaya Kartika yaitu perusahaan radio analog FM pertama milik KBR yang menghadirkan Green Radio Jakarta serta Power FM Jakarta dan sekarang frekuensinya digunakan oleh Radio Campursari 89.2 FM Jakarta). Setelah Green Radio Jakarta dan Power FM Jakarta tidak mengudara lagi, program dari radio-radio tersebut sepenuhnya dialihkan menjadi program KBR dan dapat di dengar

Kelahiran lembaga penyiaran KBR dibidani sejumlah aktivis yang tergabung dalam Komunitas Utan Kayu. Komunitas ini berkegiatan Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta Timur.

Pada penghujung 1998 setelah Presiden Soeharto dilengserkan, para aktivis di Komunitas Utan Kayu bergerak cepat untuk menyambut pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), dan datangnya kebebasan media. Salah satu komponen penting di Komunitas Utan Kayu adalah Institut Studi Arus Informasi (ISAI). ISAI memutuskan membuat program baru: layanan berita untuk radio. Radio dipilih karena dianggap sebagai sektor media yang paling lemah menangkap peluang kebebasan. Selama bertahun-tahun, radio tak boleh memproduksi berita sendiri, dan hanya wajib merelai berita dari radio pemerintah hampir setiap jam sehari.

Pada saat itu, 1999, di Indonesia terdapat sekitar 700 radio swasta, di luar radio milik pemerintah. Namun banyak aturan pemerintah yang menghambat perkembangan radio-radio swasta, terutama dalam penyebaran informasi yang independen. Radio-radio di Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto wajib menyiarkan berita versi pemerintah 18 kali sehari. Karena itu masyarakat hanya mendapat informasi sepihak dan satu versi saja dari pemerintah. Akibatnya kemampuan jurnalis radio sangat minimal.

Pada awalnya KBR hanya memproduksi berita-berita pendek berdurasi 30 hingga 60 detik. Berita-berita tersebut kemudian disebarkan melalui internet. Produksi berita dan penyuntingan sudah dilakukan secara digital menggunakan komputer dan program peranti lunak pengolah suara. KBR juga melibatkan reporter radio jaringan di daerah untuk mengikuti pelatihan produksi berita radio secara digital.

Tujuh radio pertama yang menjadi jaringan KBR kemudian dilibatkan dalam latihan produksi berita secara digital, antara lain: DMWS FM Kupang, Nebula FM Palu, RPK FM Jakarta, Top FM Denpasar, Radio SPFM Makassar, Radio Prima FM Banda Aceh dan Radio Unisi FM Yogyakarta. Tujuannya agar reporter radio jaringan juga bisa memproduksi berita dari daerah. Selanjutnya berita dari daerah kemudian disunting di Jakarta dan disebarkan melalui internet.

Namun penyebaran lewat internet hanya efektif ketika program yang disebarkan masih berjumlah sedikit dengan durasi singkat. Setelah KBR memproduksi program dengan durasi lebih panjang seperti paket 30 menit Buletin Sore pada waktu itu, proses mengunduh berkas audio dari internet memakan waktu lama. Radio jaringan di Sulawesi dan Nusa Tenggara butuh waktu mengunduh berkas lebih dari delapan jam. Berita pun menjadi basi untuk ukuran standar radio.

Untuk mengatasi masalah itu, KBR sempat menggunakan jasa kurir ojek sepeda motor, terutama untuk wilayah Jakarta. KBR menyalin data paket Buletin Sore dalam kaset, lalu mengantarkannya menggunakan ojek ke radio jaringan. Di Jakarta, saat itu radio swasta yang sudah berjaringan adalah Radio Pelita Kasih. Siaran Buletin Sore akhirnya bisa mengudara pukul 16.00 WIB.

Pada suatu ketika, Radio Pelita Kasih tidak bisa mengudarakan Buletin Sore hingga pukul 18.00 WIB. Ternyata kaset program siaran tidak sampai di kantor RPK, karena kurir ojek mengalami musibah tabrakan, dan kaset rusak. Hingga saat ini Radio Pelita Kasih mengudarakan program Kabar Baru pukul 12.00 dan 14.00 WIB (Senin-Jumat) dan KBR Sore. Untuk program Buletin Pagi, Kabar Baru pukul 07.00 WIB (Senin-Jumat), KBR Pagi dan Ruang Publik bisa di dengarkan di Radio MS TRI FM Jakarta.

Selanjutnya, penyebaran produksi berita serta program KBR lainnya termasuk program Kabar Baru Senin-Jumat pukul 07.00-19.00 WIB (kecuali pukul 08.00-11.00 WIB, 13.00 WIB, 15.00 WIB dan 16.00 WIB), NHK World siaran Bahasa Indonesia, Cek Fakta, Diskusi Psikologi (DISKO) serta Perspektif Baru dilakukan menggunakan satelit dan juga bisa di dengarkan melalui siaran berbasis streaming.